Kota Cimahi – Menurut RPJMN 2015-2019, teknopark merupakan pusat penerapan teknologi di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil (pasca panen) yang telah dikaji oleh lembaga penelitian, swasta, perguruan tinggi untuk diterapkan dalam skala ekonomi. Teknopark juga merupakan tempat pelatihan, pemagangan, pusat diseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis ke masyarakat luas. Sedangkan menurut Taufik (2015), teknopark adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih sentra kegiatan IPTEKIN, kegiatan produktif dan gerakan masyarakat pada wilayah tertentu (satu atau lebih daerah otonom) sebagai sistem pembangunan yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan sistem inovasi.
Teknopark Cimahi direncanakan dibangun di daerah Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Pada saat ini di kawasan teknopark Cimahi terdapat kantor kecamatan Cimahi Selatan, lapangan Krida Bakti, dan kantor pemadam kebakaran. Kantor kecamatan Cimahi Selatan rencananya dilakukan perubahan peruntukkannya, di lantai 2 tetap digunakan sebagai kantor kecamatan dan di lantai 3 digunakan sebagai embrio teknopark. Teknopark Cimahi direncanakan memiliki beberapa fungsi, yaitu sumber informasi iptekin (ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi), wahana partisipasi (ruang publik kreatif dan relawan inovasi), inkubasi, kelembagaan efektif, intermediasi, infrastruktur berkualitas, dan prototipe e-government di kecamatan Cimahi Selatan.
Dalam rangka pengembangan Teknopark di Kota Cimahi, pada hari Rabu dan Kamis Tanggal 29 dan 30 April 2015 dilakukan diskusi terfokus antara Bappeda dan tim Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing (PPKPDS) BPPT. Bappeda diwakili oleh Heni Tishaeni, Elivas Simatupang, Nur Amaliah, Dadang Ramdhan, dan Supijan Malik. Sedangkan tim PPKPDS BPPT diwakili oleh Anggara Hayun Anujuprana, Agus Pramudya, Ruki Savianto, Yakobus Suprianto, Ati Widiati, Endah, Aphang Suhendra, Mien Askinatin, Retno, Heru Mulyono, Dini Anggraeni, Rosie, Binuko Dani, dan Hamid. Diskusi terfokus dilakukan untuk mendapatkan gambaran pelaku usaha makanan dan minuman di industri Setiamanah dan Cipageran.
Diskusi awal dimulai dengan penyampaian hasil kajian dari Bappeda bidang Ekonomi oleh Elivas Simatupang. Kajian yang disampaikan berjudul Innovation and Export Activity and Manufacturing SMEs-A Case Study of Cimahi City, West Java-Indonesia. Hasil kajian menunjukkan Kecamatan Cimahi Selatan memiliki tingkat inovasi yang paling rendah. Sedangkan Kecamatan Cimahi Tengah memiliki tingkat inovasi yang paling tinggi. Berdasarkan hasil kajian ini, penempatan teknopark di Kecamatan Cimahi Selatan sudah tepat. Adanya teknopark diharapkan dapat terjadi pelatihan, pemagangan, diseminasi teknologi, dan inkubasi sehingga dapat mempercepat peningkatan inovasi di Kecamatan Cimahi Selatan.
Berdasarkan Direktori Bisnis Kota Cimahi Tahun 2014, industri pengolahan di Kota Cimahi memiliki kontribusi ekonomi sebesar 57,9%. Industri pengolahan tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) dengan prosentase sebesar 97,85% (terdiri dari 2.725 perusahaan) dan industri besar dengan prosentase sebesar 2,15% (terdiri dari 60 perusahaan). Walaupu prosentase jumlah industri besar jauh lebih sedikit, namun, prosentase penyerapan tenaga kerja di industri besar 61,9% (21.681 orang), sedangkan di UMKM sebesar 38,1% (13.346 orang). Dari data Direktori Bisnis Kota Cimahi Tahun 2014 terlihat bahwa jumlah UMKM di Kota Cimahi yang termasuk dalam industri pengolahan banyak tetapi penyerapan tenaga kerjanya sedikit. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan UMKM di Kota Cimahi agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap Kota Cimahi. Salah satu cara pengembangan UMKM yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan klaster.
Menurut Munir (2007), pengembangan klaster dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu Tahap Sentra, Klaster Pemula, Klaster Dinamis, dan Klaster Maju. Pada Tahap Sentra, pemasaran dilakukan via perantara. Industri mengandalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia tradisional. Ketergantungan pada pemerintah daerah tinggi. Pada Klaster Pemula, mulai terjadi kerjasama antar kegiatan. Variasi kegiatan mulai terjadi, usaha besar berperan sebagai lokomotif pengembangan klaster. Pada Klaster Dinamis, terjadi sinergi intern klaster, mulai terlihat dominasi perusahaan yang besar. Positioning pasar mulai terlihat. Untuk mempertahankan positioning pasar, diperlukan standar manajemen mutu. Sedangkan pada klaster maju sudah terlihat sinergitas antar industri dan antar daerah.
Hasil diskusi terfokus di Bappeda juga membahas lembaga yang memiliki pengalaman dalam mendampingi industri di Kota Cimahi. Menurut Elivas, ada beberapa lembaga pendamping di sentra-sentra industri Kota Cimahi. Sentra boneka didampingi oleh STIE Ekuitas Bandung, sentra keripik didampingi oleh Unjani, STIE Ekuitas Bandung, dan Fisip Unpar, sentra pengolahan susu sapi didampingi oleh Peternakan Unpad, FTIP Unpad, dan STIE Ekuitas, serta sentra batako didampingi oleh Polman Bandung dan STIE Ekuitas Bandung. Pengembangan Teknopark Cimahi difokuskan pada industri makanan dan minuman di Cipageran dan Setiamanah. Hal ini berarti lembaga pendamping yang dapat diajak kerjasama dalam pengembangan teknopark Cimahi adalah Peternakan Unpad, FTIP Unpad, STIE Ekuitas Bandung, Unjani, dan Fisip Unpar (Hayun).